Hari itu saya ngopi-ngopi dan berdiskusi dengan seorang Direktur Utama sebuah Rumah Sakit di Jawa Barat.Sebut saja namanya Dokter Aryanto. Dulunya dia kuliah kedokteran, dokter spesialis dan kemudian master of management.
Anyway, setahun yang lalu dia dipindahkan dari sebuah Rumah Sakit di Jawa Timur ke Rumah Sakit yang lain di Jawa Barat. Dan saat itulah leadership journey nya dimulai. Atau saya mungkin akan menterjemahkan kata leadership journey dengan "petualangan" atau lebih tepatnya "penderitaan". Karena memang ternyata dua belas bulan pertama itu penuh dengan penderitaan atau bahkan penyiksaan (batin). Kita dengar cerita Dokter Aryanto di Rumah Sakit itu.
Tiga bulan pertama dia menikmati masa "bulan madu" di Rumah Sakit itu. Dia berusaha ramah dengan semua orang dan semua orang berusaha ramah ke dia. Tiga bulan berikutnya (berarti bulan keempat sampai keenam) mulailah dia merasa begitu banyak challenge yang dihadapi rumah sakit itu:
- Performance keuangan yang merosot
- Kepuasan pelanggan yang turun
- Dan motivasi karyawan yang rendah ...
Anyway, setahun yang lalu dia dipindahkan dari sebuah Rumah Sakit di Jawa Timur ke Rumah Sakit yang lain di Jawa Barat. Dan saat itulah leadership journey nya dimulai. Atau saya mungkin akan menterjemahkan kata leadership journey dengan "petualangan" atau lebih tepatnya "penderitaan". Karena memang ternyata dua belas bulan pertama itu penuh dengan penderitaan atau bahkan penyiksaan (batin). Kita dengar cerita Dokter Aryanto di Rumah Sakit itu.
Tiga bulan pertama dia menikmati masa "bulan madu" di Rumah Sakit itu. Dia berusaha ramah dengan semua orang dan semua orang berusaha ramah ke dia. Tiga bulan berikutnya (berarti bulan keempat sampai keenam) mulailah dia merasa begitu banyak challenge yang dihadapi rumah sakit itu:
- Performance keuangan yang merosot
- Kepuasan pelanggan yang turun
- Dan motivasi karyawan yang rendah ...
Meskipun Dokter Aryanto sudah berpengalaman mengurus dua Rumah Sakit yang lain, tapi tetap saja dia geleng-geleng kepala menghadapi masalah itu. Hampir saja dia menyerahkan kembali amanat jabatan itu dan ingin berfokus menjadi Dokter Spesialis.
Tetapi tentu saja dia terkena sindroma anak sulung yang percaya dirinya terlalu besar ditambah keras kepala, maka dia pun pantang menyerah. Dia analisa semua permasalahan, dia kerahkan tim managementnya untuk membantu dan akhirnya dia pun mengeluarkan beberapa keputusan strategis yang harus dilaksanakan bersama:
1. Pengetatan anggaran untuk memperbaiki performance financial
(termasuk pemotongan budget operational dan pemotongan insentif karyawan)
2. Peningkatan mutu pelayanan (dengan menerapkan Service Excellence)
3. Peningkatan kompetensi karyawan
4. Menetapkan target untuk mendapatkan kriteria tertinggi Sertifikasi Rumah Sakit di Indonesia
Semua keputusan strategis itu kelihatannya biasa-biasa saja, dan tidak ada inovasinya di situ. Sangat basic, seperti apa yang terdapat di buku-buku management. Namun realitas di situ memang begitu...
"Get the basic right, first"
Dan ternyata, memang .... kuncinya perubahan itu bukan di strategy, tetapi di implementasi yang consistent.
A "basic" strategy with consistent implementation is much much better than a "great" strategy with poor execution.
Jadi mulailah Dokter Aryanto mengimplementasikan strategy nya bersama timnya.
You think is easy? You could not be far away from the truth ....
1) Orang-orang takut pada perubahan (meningkatkan customer service berarti pekerjaan bertambah berat)
2) Penurunan biaya operational berarti banyak budget yang tidak bisa dicairkan
3) Penurunan cost berarti penghentian pembiayaan incentive. (padahal mereka sangat mengharapkan ini), padahal teorinya bagaimana perusahaan bisa membayar incentive kalau pemasukan menurun terus bahkan secara anggaran tahunan sudah merugi.
Dokter Aryanto pun menghadapi masa-masa yang sulit....
- penolakan oleh karyawan-karyawannya secara halus maupun kasar
- pembangkangan oleh anggota management teamnya sendiri
- penyebaran issue-issue yang menyerang dirinya secara pribadi
Pada saat dia pikir situasi itu sudah buruk, ternyata the worse is coming ...
Ada demonstrasi karyawan-karyawannya, bahkan ada yang mengirimkan peti mati dengan nama Dokter Aryanto .
Di sini Dokter Aryanto sampai ke titik terendah pada level motivasi timnya dan juga motivas dirinya sendiri.
Untungnya Dokter Aryanto sudah berpengalaman melakukan hal yang sama di dua Rumah Sakit sebelumnya
Jadi meskipun suasana sulit, Dokter Aryanto mengerti bahwa ini tetap sebuah proses change management yang normal. Kurva perubahan tidak pernah berjalan mulus. Tidak pernah terjadi dalam sebuah change management, kurva motivasi dan performance langsung naik terus. Selalu saja ada penurunan motivasi dan performance pada awalnya.
Dokter Aryanto tahu dan mengerti itu. Problemnya pada saat motivasi dan performance turun drastis itu banyak sekali orang yang akan bilang,"Enak jaman dulu ya... Lebih enak dipimpin oleh peminpin yang dulu"
Mari kita mengingat apa yang tertulis di belakang truk truk di jalur Pantura,"Enak jamanku mbiyen to?"
And that's exactly right.
Pada awal perubahan selalu motivasi dan performance turun di awalnya. Tetapi kalau kita tidak akan melakukan perubahan kita juga tidak akan pernah mendapatkan perbaikan dan kemajuan. Kalau kita tidak mengalami perubahan, lama lama kita akan lebih terpuruk lagi.
Sementara kalau kita melakukan perubahan, performance dan motivasi memang selalu turun pada awalnya.
Kemudian kita memasuki masa frustrasi, sedih, marah, murka, mungkin karyawan karyawan demo, bahkan mengirimkan peti mayat (pada kasus Dokter Aryanto di atas).
It is normal. And it will always happen. Di Indonesia, di luar negeri, di perusahaan swasta, di pemerintahan, di BUMN .... everywhere. Please do not expect bahwa pada perubahan motivasi dan performance langsung naik. Nah, pada saat kita berada di masa masa sulit dan frustasi itu lah terjadi leadership test.
Are you a leader? Or are you loser?
Seorang pecundang akan terus menerus frustasi, menyerah dan berhenti berubah dan kemudian tidak pernah mengalami kemajuan bahkan akan terus menerus mundur menuju kehancuran (lihat apa yang terjadi dengan Kodak, Nokia Mobile Phone, Xerox photocopy ...dll). Sementara seorang winner terus menerus berusaha, tegar, keras kepala, teguh, ulet, keukeuh, persistent dan perserverant.
Seorang leader akan terus menerus berusaha, berdo'a, experiment, explore, try new things, influencing. dengan segala cara sampai akhirnya tujuan perubahan tercapai dan membawa manfaat bagi bisnis dan seluruh karyawannya.
Jadi, mari kita dengarkan lagi cerita dari Dokter Aryanto ya ...
Dan inilah yang kemudian dilakukan di masa-masa sulitnya perubahan itu...
1. MENDENGARKAN saran, keluhan, masukan, suggestion dan feedback dari para karyawan.
First thing first. Dont communicate yet. Dont explain yet. But listen and care.
2. PENDEKATAN DARI HATI KE HATI
Setelah mendengarkan, Dokter Aryanto mulai berdiskusi 2 arah and start to adress their concern.
It is a normal reaction. Perubahan adalah sesuatu yang menakutkan bagi semua orang. Itu reaksi yang sangat manusiawi. Sebagai leader jangan marah. Jangan kecewa. Tetapi berusaha mendengarkan, mengerti dan memberikan solusi.
3. LIBATKAN SEMUA ORANG
Perubahan tidak akan berhasil tanpa melibatkan semua orang. Jangan hanya terpaku pada tim di bawah anda. Tetapi kepada semua orang yang nantinya akan menjalankan perubahan itu.
Dokter Aryanto pun mengkomunikasikan lagi...
- mengapa perubahan itu perlu dilakukan
- apa saja yang harus dilakukan semua karyawan
- apakah yang mereka semua akan dapatkan pada saat perubahan ini berhasil.
Dan tak lupa Dokter Aryanto menanyakan, apa yang dia bisa bantu ?
4. TUNJUK PARA AGEN PERUBAHAN
Sebagian tim anda akan langsung setuju dan mendukung perubahan itu. Sebagian akan netral dan sebagian lagi jelas jelas melawan perubahan itu. Tunjuk mereka yang sudah setuju untuk menjadi agen agen perubahan dan membantu anda menyebarkan "virus positif" kepada yang lain.
5. TERAPKAN PENGHARGAAN DAN HUKUMAN YANG JELAS
Menjadi leader itu bukan hanya sayang-sayang dan menggunakan soft skills kepada anak buah anda.
Ada waktunya anda harus bersikap tegas dan bersikap "hard" kepada mereka.
Hanya ada 2 pilihan bagi para profesional:
- tinggal di dalam dan komitmen penuh, atau
- KELUAR !
Nah, sebagai leader, Dokter Aryanto pun sangat tegas untuk hal ini. Mereka yang mensupport mendapatkan penghargaan , tetapi mereka yang terus menerus melawan (meskipun sudah melalui step step di atas), ya dengan berat hati terpaksa mendapatkan sangsi yang jelas.
6. IMPLEMENTASI YANG KONSISTEN
Setelah strategi jelas, dan semua hambatan diselesaikan, satu hal yang harus dilakukan, IMPLEMENTASI!
Dan ternyata ini yang paling penting. Semua action harus dilakukan. Semua progress harus dimonitor dan difollow-up. Hambatan baru harus dicari solusinya bersama. Motivasi karyawan harus terus dipompa.
12 bulan kemudian ....
- Financial performance meningkat
- Kepuasan pelanggan naik
- Motivasi karyawan positif
dan mereka berhasil mencapai apa yang mereka cita-citakan, Akreditasi Rumah Sakit level tertinggi di Indonesia. Alhamdulillah.
Tidak ada hasil yang gemilang yang lahir dari perjalanan yang mulus dan mudah. Tetapi kalau kita terus menerus berusaha dan berdo'a... ternyata bersama mereka mencapai kemajuan yang mereka harapkan.
Jadi ingat ya, mari kita belajar dari Dokter Aryanto. Untuk memimpin dan melaksanakan perubahan, setelah strategy anda jelas, ini yang bisa anda lakukan:
1. Dengarkan mereka
2. Pendekatan dari hati ke hati
3. Libatkan semua orang
4. Tunjuk agen perubahan
5. Terapkan penghargaan dan Hukuman yang jelas
6. Implementasikan dengan konsisten
Kita belajar dari Dokter Aryanto, ternyata sebelum menggerakkan tangan sesorang (untuk melakukan perubahan) ternyata kita hatus menyentuh hatinya dulu (mendengarkan, mengerti, perduli dan membantu).
Sumber: Pambudi Sunarsihanto
Tidak ada komentar:
Posting Komentar