Bila kegiatan branding pada umumnya lebih lekat pada kegiatan pengembangan brand/reputasi di dalam produk perusahaan, maka I-brand dan personal brand fokus pada pengembangan pribadi dan reputasi seseorang.
Mengapa perlu dibedakan istilah I-branding dari induknya yaitu personal branding? Bermula dari masih banyaknya individu yang punya mispersepsi. Mendengar kata personal brand, langsung menutup diri, merasa bahwa personal branding sarat dengan sifat dan perilaku narsisme yang berlebihan, dan menjadi sangat tidak nyaman.
Padahal personal branding tidak sedangkal itu. Boleh saja seseorang punya cita-cita untuk terkenal, tetapi tidak berarti setiap orang yang membina personal branding-nya selalu harus menjadi terkenal. Keberhasilan personal brand diukur dari tujuan yang dipilihnya. Ini yang membedakan arah yang harus ditempuh dalam pembinaan personal brand.
Personal branding dimengerti masyarakat luas sebagai kegiatan pencitraan yang berarti mencakup pribadi seorang artis, tokoh masyarakat, tokoh politik, dan lain-lain. Proses pencitraan tersebut sedemikian rupa sudah diartikan dengan proses menjadi popular, terkenal dan dengan segala polesanpolesannya. Untuk memisahkan antara pencitraan yang berhubungan dengan tokoh/artis dan individu biasa, muncullah istilah I-brand.
Gary C. Sain memperkenalkan istilah The I-brand, atau branding Aku atau Diriku. I-brand ini lebih difokuskan pada seorang individu biasa saja dalam kesehariannya, yang ingin menjadi lebih baik, tanpa harus punya beban bling bling. Kecemerlangan dari I-brand punya jangkauan yang relatif terbatas. Cemerlang di karier, cemerlang di rumah tangga, di kehidupan bertetangga, dan lingkup kehidupan bermasyarakat lainnya.
Tidak harus ngetop dan menjadi glamour. Cita-cita I-brand adalah sebatas menjadi bersinar dalam kawasan lingkungan yang dipilihnya sendiri. Apabila cita-cita seseorang memang ingin menjadi terkenal, ingin menjadi artis, selebriti atau tokoh, berarti keberhasilannya akan diukur dari tingkat ketenarannya. Sebaliknya, bila seseorang hanya ingin menjadi seorang ibu rumah tangga yang bersinar di tengah keluarga dan teman arisannya, keberhasilannya akan diukur dari sepositif apa lingkungan tadi memandangnya.
Menjadi siapa di mata stakeholdersnya? Menjadi seorang ibu rumah tangga dengan keahlian menata rumah yang sedemikian indah-kah? Atau menjadi seorang Ibu yang sangat perhatian pada pendidikan anak-anaknya sehingga prestasinya menjulang di sekolah?
Apa pun pilihannya, I-brand ibu rumah tangga tersebut menjadi tinggi nilainya bila sudah sesuai dengan pilihan yang secara sadar ditetapkannya. Tidak selalu harus menjadi ibu rumah tangga yang sukses berbisnis untuk mempunyai I-brand yang menjulang.
I-brand bagi karyawan perusahaan
Walaupun awareness sudah mulai baik, masih belum banyak karyawan yang memikirkan bagaimana mengembangkan brand diri-nya, sama seriusnya seperti mengembangkan brand perusahaan. Sebagian masih merasa gamang jika diajak berbicara seputar personal branding dirinya. Seolah setelah itu, harus tampil menjadi orang yang berbeda.
Sebenarnya seni dalam I-branding adalah proses memilih tujuan yang paling feasible untuk konteks diri sendiri. Tidak perlu memaksakan diri mencapai cita-cita orang lain. Semakin tekun menemukan kekuatan diri, mencari ruang yang masih belum penuh sesak, posisi brand menjadi lebih solid.
Barangkali salah satu barrier adalah tradisi alam ketimuran yang tidak ingin menonjolkan diri sendiri, maka seorang karyawan dalam perusahaan berusaha untuk menjadi bagus tetapi tidak harus tampil. Terutama untuk karyawan yang bekerja bukan di divisi pemasaran dan penjualan, agak ragu untuk menjual diri- nya bersamaan dengan menjual produk/ jasa perusahaan dalam pertemuanpertemuan internal maupun eksternal.
I-brand, cemerlang di dalam (internal) dan di luar (eksternal).
I-brand yang bagus tentunya tidak hanya bersinar di kalangan luar perusahaan dan di kalangan stakeholder eksternal perusahaan, tetapi juga di dalam perusahaan. I-brand bukan monopoli divisi pemasaran, penjualan, komunikasi maupun public relations. I-brand relevan untuk siapa saja di divisi mana saja.
Secara internal bersinarnya brand individu berarti dia mempunyai banyak teman yang berguna untuk aliansi dalam pekerjaannya. Ini bertentangan dengan kebiasaan sebagian karyawan yang membina network internalnya dengan cara memilih-milih teman, atau dengan kata lain nge-genk berkelompok secara eksklusif. Di dalam dunia pekerjaan, kita tidak pernah tahu kapan akan membutuhkan teman dari divisi lain sampai ada pekerjaan yang menyangkut organisasi dengan tataran lintas divisi. Sudah terlambat bagi seseorang yang biasa eksklusif, untuk membaur dan mengharapkan orang-orang di luar lingkarannya untuk membantu pekerjaannya
Sebenarnya seni dalam I-branding adalah proses memilih tujuan yang paling feasible untuk konteks diri sendiri. Tidak perlu memaksakan diri mencapai cita-cita orang lain. Semakin tekun menemukan kekuatan diri, mencari ruang yang masih belum penuh sesak, posisi brand menjadi lebih solid.
Barangkali salah satu barrier adalah tradisi alam ketimuran yang tidak ingin menonjolkan diri sendiri, maka seorang karyawan dalam perusahaan berusaha untuk menjadi bagus tetapi tidak harus tampil. Terutama untuk karyawan yang bekerja bukan di divisi pemasaran dan penjualan, agak ragu untuk menjual diri- nya bersamaan dengan menjual produk/ jasa perusahaan dalam pertemuanpertemuan internal maupun eksternal.
I-brand, cemerlang di dalam (internal) dan di luar (eksternal).
I-brand yang bagus tentunya tidak hanya bersinar di kalangan luar perusahaan dan di kalangan stakeholder eksternal perusahaan, tetapi juga di dalam perusahaan. I-brand bukan monopoli divisi pemasaran, penjualan, komunikasi maupun public relations. I-brand relevan untuk siapa saja di divisi mana saja.
Secara internal bersinarnya brand individu berarti dia mempunyai banyak teman yang berguna untuk aliansi dalam pekerjaannya. Ini bertentangan dengan kebiasaan sebagian karyawan yang membina network internalnya dengan cara memilih-milih teman, atau dengan kata lain nge-genk berkelompok secara eksklusif. Di dalam dunia pekerjaan, kita tidak pernah tahu kapan akan membutuhkan teman dari divisi lain sampai ada pekerjaan yang menyangkut organisasi dengan tataran lintas divisi. Sudah terlambat bagi seseorang yang biasa eksklusif, untuk membaur dan mengharapkan orang-orang di luar lingkarannya untuk membantu pekerjaannya
I-brand dan Peranannya Bagi Perusahaan
Apakah itu personal branding, seberapa penting untuk para profesional, sudah banyak yang membahasnya. Awareness topik ini di kalangan profesional juga sudah cukup tinggi. Sudah banyak profesional yang mulai berpikir mengembangkan dirinya, walaupun belum mengerti bagaimana cara yang efektif dan baik.
Yang masih jarang diungkapkan dalam pembahasan di media adalah bagaimana pendapat eksekutif perusahaan terutama yang mengelola sumber daya manusia terhadap fenomena terbaru ini. Apakah perusahaan mendukung usaha para profesionalnya untuk meningkatkan personal branding-nya? Ataukah justru menghambatnya ? Dengan perspektif dan alasan apa mereka berpendapat? Bagaimana perspektif mereka terhadap sinergi antara corporate brand dengan brand individu? Sejauh mana brand yang satu menunjang keberadaan lainnya?
Dalam rangka mengeksplorasi jawaban dari pertanyaan di atas, ETNOMARK Consulting bekerja sama dengan majalah Human Capital menyelenggarakan sebuah studi dengan menggunakan tiga tahapan teknik. Tahap pertama, teknik eksplorasi interview yang diajukan pada saat penawaran seminar The I-Brand: Tingkatkan Citra Diri kepada calon peserta. Teknik kedua, melalui studi netnography, yang mengeksplorasi pendapat para professional dalam dan luar negeri, di milis, di blog dan forumforum di Internet. Ketiga, dengan menanyakan pertanyaan kunci kepada 10 orang senior eksekutif di 10 perusahaan.
Hasil esktraksi temuan dari tiga tipe eksplorasi di atas menjelaskan bahwa masih terdapat perbedaan sikap di antara mereka terhadap I-brand karyawannya.Walaupun secara umum pemahaman akan pentingnya I-brand terhadap karier seseorang sudah tidak diragukan lagi, ternyata yang menjadi hambatan adalah kurangnya pemahaman terhadap pengaruh positif I-brand bagi pengembangan image perusahaan (corporate brand). Pentingnya I-brand masih dimonopoli pada persepsi berguna bagi diri sendiri saja, bukan untuk kepentingan perusahaan.
Hasil Studi
Pada umumnya, profesional terutama profesional muda sangat antusias dengan topik seminar tentang I-brand dan menyatakan ketertarikannya secara langsung. Sebagian dari mereka langsung mendaftar, tetapi sebagian lagi menunggu persetujuan dari kantor di mana mereka bekerja.
- Pandangan positif dan dukungan terhadap I-brand karyawan
Ada beberapa perusahaan yang sangat mendukung karyawannya, bahkan mengirimkan satu tim yang terdiri dari beberapa orang. Beberapa orang peserta adalah pengambil keputusan di perusahaan, yang justru secara sadar ingin mendapatkan pelajaran yang akan dibaginya ke dalam perusahaan. Perusahaan-perusahaan ini tergolong mengerti dan mencari manfaat dari pengembangan personal brand.
Salah satu peserta, yaitu seorang Sales Director, menceritakan bahwa motivasi kehadirannya adalah untuk belajar dan nantinya membagi pengetahuan personal branding ini kepada jajaran salesmannya. Ia yakin, seorang salesman akan lebih mudah menjual produk perusahaan apabila dirinya sudah dikemas dengan baik.
Pendapat positif lainnya disampaikan oleh salah seorang pengambil keputusan di perusahaan yang mengirimkan empat orang karyawannya ke seminar I-brand. Dengan percaya diri ia menyatakan:
Kalau saya sih, percaya dia tidak akan meninggalkan perusahaan begitu saja. Dari segi kenyamanan bekerja, di sini termasuk the best lho. Coba lihat, karyawan kami pada umumnya lebih dari 5 tahun, dan cukup loyal. Personal branding ini penting, agar dia nggak malu-maluin perusahaan.
Beberapa responden menyatakan ketertarikan pada topik, tetapi beranggapan bahwa mungkin saja seminar I-brand yang diberikan secara publik tersebut, tidak tepat untuk konteks perusahaan, sehingga menginginkan dibuatkan inhouse, disesuaikan dengan kebutuhan perusahaan. Pernyataannya seperti berikut ini:
Jika perlu dan memungkinkan perusahaan menyarankan atau membuat sendiri kegiatan ini untuk karyawannya karena kegiatan ini adalah investasi, tapi tetap melihat kemungkinan secara bujet. - Pandangan negatif terhadap I-brand karyawan.
Beberapa calon peserta dengan menyesal menyatakan bahwa perusahaannya tidak mendukung keinginannya ikut dalam seminar, dengan alasan:
1. ini wilayah pribadi, sehingga bukan tugas perusahaan untuk membayar pengembangan diri yang tidak berhubungan langsung dengan pekerjaan,
2. Perusahaan akan bermasalah apabila karyawannya menjadi cemerlang, karena akan memperbesar kemungkinan dibajak oleh pesaingnya.
Tindakan nyata dari perusahaan yang tidak mendukung selain tidak memberikan support dalam bentuk pembayaran uang seminar, juga tidak memberikan cuti sehari yang diminta oleh karyawannya sehubungan dengan diselenggarakannya acara seminar pada hari kerja. Bukti lainnya adalah jumlah calon peserta yang meminta penyelenggaraan seminar di hari Sabtu (bukan hari kerja) cukup signifikan. Pada hari liburnya, mereka tidak harus meminta persetujuan atasan atau HRD di perusahaan.
Jawaban lain dari salah satu responden interview cukup kontras antara pemahamannya bahwa I-brand itu penting, tetapi tidak mau mendukung biaya training seminar karyawannya. Dari jawaban berikut ini, terbukti bahwa peranan I-brand sebagai salah satu titik penting corporate brand, belumlah sampai kepada tingkat pemahaman yang utuh. Berikut ini adalah jawaban salah seorang senior eksekutif tersebut:
Saya akan menyarankan untuk mengambil cuti untuk ikut seminar, tetapi tidak memberikan persetujuan untuk dibayar perusahaan. Personal branding lebih bermanfaat bagi individu dibandingkan bagi perusahaan. Mengapa? Karena begitu seseorang menjadi brand, kemanapun dia pergi, brand itu akan melekat pada dirinya bukan pada perusahaan. Jadi jika ingin mengembangkan diri dan membuat personal branding dengan mengikuti seminar, diizinkan atau tidak, dibayarkan atau tidak, sebaiknya tetap mengikuti seminar tersebut.
Faktor Pendukung Keberhasilan I-brand Karyawan
Analisa hasil eksplorasi dalam studi ini sangat menarik. Ditemukan adanya dua kelompok faktor yang mendukung keberhasilan I-brand karyawan perusahaan. Yang pertama adalah faktor diri sendiri (self factor), dan yang kedua adalah faktor perusahaan (company factor).
Tiga variabel yang penting dalam self factor di antaranya adalah awareness terhadap pentingnya I-brand (awareness), kemauan diri sendiri untuk berubah (willingness to change), dan pengaruh sosial dari lingkungan yaitu dari sisi teman dan atasannya (social influence).
Dari sisi company factor, ada tiga variabel penting sepintas sama seperti self factor yaitu kesadaran dan pemahaman terhadap konsep I-brand. Tetapi di sini, bukan pemahaman terhadap konsep I-brand yang menjadi titik kunci, tetapi pemahaman terhadap peranan I-brand pada pengembangan corporate brand. Variabel kedua adalah besarnya trust/ kepercayaan bahwa dengan memberikan dukungan terhadap I-brand karyawan, seseorang tidak begitu saja akan meninggalkan perusahaan. Yang ketiga adalah besarnya bujet perusahaan untuk dialokasikan dalam pembinaan.
Dari hasil interview, ternyata tidak ada kaitannya antara besar kecilnya perusahaan dengan dukungan perusahaan terhadap I-brand. Salah satu eksekutif dari perusahaan perminyakan yang dikenal sangat tinggi bujet training karyawannya, termasuk yang enggan mengirimkan karyawan pada seminar I-brand.
Bujet perusahaan bukanlah faktor utama. Lebih utama adalah pemahaman terhadap bagaimana I-brand bisa menjadi booster terhadap corporate brand itu sendiri. Ini adalah wilayah perbatasan atau bahkan overlapping antara pemasaran dengan HRD.
Perlu kerja sama yang solid antara HRD dan Marketing untuk bisa menjalankan total booster bagi peningkatan corporate brand melalui program internal branding. Di dalam internal branding inilah, pengembangan diri sebagai elemen terdepan dari perusahaan, yaitu I-branding bisa diselipkan dan menjadi RELEVAN bagi perusahaan.
Sumber: Amalia E. Maulana, Ph.D. Brand Consultant & Ethnographer ETNOMARK Consulting
Tidak ada komentar:
Posting Komentar