6 Jan 2016

How Manager Leader Buid Cohesiveness


Sekelompok orang akan menjadi tim (tidak lepas atau terpecah) ketika ikatan kepercayaan terbentuk dan bertumbuh antara pemimpin dan anggota tim. Saat membangun ikatan kepercayaan antara anggota tim, manager-leader mengupayakan kekuatan kohesif, bukannya adhesif.
      Sebuah hubungan adhesif dibentuk ketika A dan B tetap bersatu hanya selama intensi masing-masing untuk bersatu terpenuhi. Konsekuensinya, A dan B akan lepad dari ikatan kepercayaan ketika ikatan itu tidak lagi nyaman atau berguna. Bayangkan pembalut luka yang langsung anda buang ketika unsur obat yang ada di pembalut luka itu sudah habis terserap oleh kulit anda.
      Sementara hubungan kohesif ditempa ketika A dan B bersatu untuk menjadi C, sebuah badan dimana tujuan, talenta dan sumber daya dari A dan B bersatu, terikat oleh keinginan bersama di C. Pikirkan sodium dan chlorida yang bersatu di level molekuler dan menjadi garam.

Tim yang kohesif sempurna sangatlah sulit ditemui. Seperti titik patah sebuah rantai ditentukan oleh mata rantai terlemah, maka begitupun level kohesif yang bisa dicapai sebuah tim akan ditentukan oleh anggota terlemahnya. Tim yang kohesif mencapai sinergi yang berkesinambungan karena ikatan kepercayaannya cukup kuat untuk menahan tekanan pemecah belah dari hubungan manusia dan untuk mengembalikan harmoni ketika harmoni menjadi lemah. Sangat sulit untuk membangun tim yang kohesif ketika bahkan satu saja dari anggota tim mempunyai mental pembangkang.
      Manager-leader mengerti bahwa ada empat tahap dari kekuatan kohesif yang dapat dialami sebuah tim: kesatuan tempat, kesatuan pemikiran, kesatuan konteks, dan kesatuan jiwa.           
      Pada pembentukan tim, individu yang ditunjuk sebagai anggota tim akan mengalami tahap terendah dari kesatuan, yang saya sebut dengan kesatuan tempat. Mereka saling tidak mengenal dan sama sekali tidak berbeda dengan satu kelompok orang yang masuk dalam satu elevator di sebuah gedung tinggi. Mereka diharapkan untuk sopan dan menghargai orang lain di dalam elevator itu. Mereka belum lagi produktif dan belum merasakan kebutuhan untuk bekerja sama – belum.

      Ketika elevator itu kemudian tiba-tiba berhenti, maka mereka akan menghadapi masalah yang sama; terjebak. Maka mereka akan mulai untuk saling berbicara dan bekerjasama untuk menghindari bahaya. Mereka akan mengalami tahap berikutnya dari kesatuan yakni kesatuan pikiran. Mayoritas tim di banyak perusahaan mengalami level kesatuan ini. Walaupun jauh lebih tinggi dari tahap sebelumnya, efektifitasnya masih terbatas oleh kemampuan anggota untuk memroses emosi yang mengemuka ketika ada silang pendapat tentang bagaimana menyelesaikan masalah yang dihadapi.
      Dibutuhkan seorang pemimpin dan anggota tim yang kompeten yang menerapkan nilai-nilai manager-leader untuk naik ke tahap berikutnya dari kesatuan, yakni kesatuan konteks. Pada tahap ini, anggota tim akan mampu saling berbagi pandangan dan opini, mengakomodasi perbedaan perspektif, mengontrol perbedaan tanpa perasaan tersinggung, dan membangun konsensus yang tulus kapanpun dibutuhkan.
Dengan berjalannya waktu mereka akan melatih ketulusan dan keharmonisan dalam mencapai tujuan, dan akhirnya membawa tim ini ke tahap tertinggi dari kesatuan yakni kesatuan jiwa. A dan B menghilang, yang ada hanya C.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar